Sumber Foto: yufidia.com |
Oleh: Tomson Sabungan Silalahi*
“Yang kau lakukan itu JAHAT!, mengapa tidak dari kemarin saja kau bilang, maaf, kami tidak menerima orang untuk berbicara dalam acara kami, kalau dia masih memakai atribut yang menyimbolkan perbedaan, kami tidak suka, itu dilarang dalam aturan organisasi kami, siapapun yang masuk, apalagi berbicara harus menanggalkan identitas dirinya yang berbeda, bisa-bisa mengotori pikiran semua anggota organisasi ini.” Si Kufur ngoceh panjang lebar, semuanya dilampiaskannya pada akun facebook-nya. Tidak hanya itu, karena kicauan pada twitter tidak boleh sepanjang dan selebar seperti yang diperbolehkan facebook, ditulisnya “Yang kau lakukan itu: JAHAT!”. Kurang tahu apa alasan dicurahkannya semua itu. Lagian tidak seorangpun yang peduli dengannya, sama seperti hari-hari yang lalu.
Berhari-hari seperti biasanya, dia kepoin status dan kicauannya sendiri. Tidak satupun ada like atau comment apalagi share, tidak pula ada reply, retweet, love, apalagi quote tweet.
Dia memang sudah terkenal karena kekufurannya. Tidak ada satupun yang menyukainya. Seakan semua yang keluar dari padanya salah dan tidak pantas. Sedari kecil memang, temannya tidak terlalu banyak. Karena itu tadi, dia selalu saja protes dengan kejadian-kejadian yang menurut orang kebanyakan tidak penting atau tidak pantas untuk dibahas. Temannya yang sedikit itupun, bisa saja mau berteman hanya karena ingin mencontek pekerjaan rumah yang dibuatnya. Atau, kadang hanya karena ingin ditraktir makan di kantin sekolah kalau mereka sedang tidak punya uang. Kalau tidak, mereka gerah juga berteman dengan si kufur ini.
Namun dia harus tetap bersyukur, karena tiba-tiba disadarinya, setidaknya dia tidak didepak dari facebook dan twitter. Setidaknya, dia masih bisa melampiaskan kemarahannya di sana. Kekecewaan-kekecewaannya di sana, akan apa yang sedang terjadi di negeranya ini. Sangat jarang pujian ditulisnya di akun sosial medianya, malah hampir tidak pernah. Entahlah kalian pernah melihat, sejauh ini, selama ku kenal dia, masih satu pujian yang ditulisnya, itupun karena ada anak kecil yang mau menyeberangkan nenek tua yang kebetulan disaksikannya langsung siang itu, ketika dia keluar dari rumahnya.
Hari-harinya habis hanya memantau status-status di facebook, kicauan-kicauan di twitter, belum lagi melihat berita di media televisi nasional dan lokal. Isu kebhinnekaan selalu dipertontonkan. Katanya, sedang banyak yang tidak menyukai kebhinnekaan itu, semua kelompok agama dan suku menuduh kalau agama dan suku yang lainnya tidak menghormati kebhinnekaan. Semuanya saling menuduh dan menuding. Lagi-lagi si Kufur terhentak, tiba-tiba dia ingat dengan semua status dan kicauannya, dia sadar, ternyata dia juga sama dengan orang-orang lainnya. Tuduhannya terhadap si anu, kalau dia jahat, ternyata sama saja dengan dirinya, karena, sejujurnya, dia juga tidak tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Dia jadi gamang, tiba-tiba lelah.
Dihidupkannya AC yang ada di kamarnya, dengan remote yang ada di atas meja kerja, yang bisa dijangkau dari pembaringannya. Memang sudah diatur demikian. Walau memang dia tinggal sendiri di ladang milik almarhum bapaknya, yang jauh dari keramaian, dia tidak terlalu miskin jika hanya membeli AC demi kenyamanan tidurnya. Hanya agar nyamuk tidak masuk ke kamarnya saja.
Dia lelah berpikir, akhirnya dia bergumam, “Sudahlah, mungkin ini ujian.” Sebelum terlelap, di-update-nya status di facebook-nya, gumamannya itu menjadi viral. Dia masih terlelap, entah sedang mimpi apa, sementara komentar di facebook-nya sudah sahut-sahutan, di-share ribuan kali.
Hari ini masih terlalu pagi, sayup-sayup, dari lelapnya, seperti dalam mimpi, tidak seperti biasanya, didengarnya suara helikopter dari kejauhan. Seperti mendarat di kejauhan, suara helikopter hilang, dia masih sangat lelah untuk terjaga, si Kufur hampir terlelap lagi sebelum tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamarnya.
Melewati sisa-sisa air hujan malam tadi, dihirupnya udara segar, tapi tidak sesegar biasanya, mulutnya disekap, kelelahan dan kantuknya hilang seketika, jantungnya berdetak kencang. Tidak ada ruang baginya untuk membela diri, tangan-tangan kekar yang menyeretnya terlalu kuat untuk dilawan.
Akhirnya sampailah mereka ke suatu tempat yang sunyinya mengalahkan sunyi rumah di tengah ladangnya. Di sebuah ruangan kecil yang tak ber-AC, ditinggalkan si Kufur seorang diri. “Tidurlah, sampai fajar datang, masih ada beberapa jam lagi, sebelum kau ditanyai, banyak pertanyaan yang perlu kau jawab sebelum kau dibunuh.” Salah seorang yang tubuhnya lebih jangkung setengah berteriak seolah mengancamnya sambil menutup pintu. Demi ancaman itu, tentu saja si Kufur tidak akan bisa terlelap lagi. Pertanyaan demi pertanyaan menghantamnya bak peluru baja.
Beberapa detik sebelum fajar mulai masuk melalui celah dinding kamar kecil itu, si Kufur akhirnya mulai terkantuk, kepalanya mulai bergerak dari atas ke bawah, ke sebelah kiri pundaknya. Di dalam mimpinya, dia kelelahan menghindari peluru-peluru baja yang menghantamnya, 3 jam lebih.
***
Sudah dua tahun sejak status terakhirnya di-update dan viral, tidak ada lagi kabar dari si Kufur. Tidak ada yang tahu apakah dia masih hidup atau sudah di Surga, eh, di Neraka, Surga sudah dikapling oleh orang-orang yang beriman dari masa ke masa, pastilah si Kufur sudah di Neraka kalau tidak di dunia ini lagi.
Tepat di jam si Kufur melayangkan statusnya di facebook, hari ini entah kenapa, muncul lagi statusnya: “Sudahlah, mungkin ini ujian. #SavePresiden.”
*Penulis adalah alumni Universitas Simalungun dan sedang kuliah kembali di Universitas Negari Jakarta
*Penulis adalah alumni Universitas Simalungun dan sedang kuliah kembali di Universitas Negari Jakarta
KOMENTAR