Oleh : Arianto
Indonesia sebagai Negara Hukum sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang artinya setiap subjek hukum baik
badan hukum maupun perorangan harus tunduk dan taat terhadap hukum yang berlaku
di Indonesia. Bila ada yang melanggar hukum maka harus mempertanggungjawabkan
di hadapan hukum. Misalnya saja, seseorang yang mengendarai sepeda motor tanpa
helm maka akan ditilang oleh Polisi Lalu Lintas, hukumannya berupa membayar
sejumlah denda atau menjalani kurungan badan dalam kurun waktu tertentu.
Hanya
saja dalam Penerapannya Penegakan Hukum di Indonesia kerap diwarnai pelanggaran
Hak Asasi Manusia oleh Oknum Penegak Hukum. Padahal setiap individu harus
dijunjung tinggi harkat dan martabatnya. Payung Hukumnya telah ada dengan
terbitnya UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pada Pasal 1 ayat
(1) UU HAM menyebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Maka untuk itu, Penegakan Hukum di Indonesia
harus kita dorong untuk ditegakkan secara
Profesional dan Humanis. Misalnya ketika
melakukan Penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana
tetap diberikan kesempatan untuk makan dan sembahyang sesuai agamanya. Bahkan Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kesempatan kepada seorang tersangka untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan aparat Penegak Hukum harus mengedepankan asas
praduga tak bersalah. Tetapi, kadang kala Aparat Penegak Hukum melakukan
tekanan kepada tersangka ketika diperiksa, seperti memaksa seseorang yang
diperiksa untuk mengakui suatu perbuatan.
Contohnya; Polisi yang memaksa Yulius
untuk mengakui sebagai Pengedar Ganja (Sumber : https://news.detik.com/berita/d-3649782/ma-ungkap-polisi-paksa-yulius-untuk-mengaku-jadi-pengedar-ganja).
Ini
menjadi catatan penting terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia cukup tinggi. Laporan Komnas HAM pada
Bulan Agustus 2017 telah menerima 602 pengaduan dari berbagai wilayah di
Indonesia. Khusus kesewenang-wenangan proses hukum di kepolisian/militer/PPNS, Komnas HAM telah
menerima 172 pengaduan. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan kita bersama. Kita
tidak boleh hanya bertumpu pada salah satu pihak untuk mengawal Perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM).
Contoh
kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Polisi adalah Penangkapan
terhadap Herianto, Aris dan Bihin adalah
warga kelahiran Palembang yang merantau dan berharap mengubah nasib dengan
tinggal di ibukota. Rupanya nasib baik belum berpihak pada mereka. 7 April 2017
merupakan hari yang tidak dapat dilupakan bagi Herianto, Aris dan Bihin. Mereka
ditangkap tanpa prosedur yang tepat oleh anggota POLDA Metro Jaya atas dugaan
pencurian motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP yang terjadi pada
bulan Juni 2016. Setelah ditangkap, rumah mereka digeledah dan barang-barang
mereka disita secara tidak sah dan kemudian mereka ditahan tanpa ada
pemberitahuan kepada keluarga mereka. Parahnya, selama proses tersebut
Herianto, Aris dan Bihin disiksa secara tidak manusiawi. (Sumber :
https://metro.tempo.co/read/879474/diduga-menyiksa-polda-metro-dipraperadilankan-korbannya)
Berbagai Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang telah terjadi harus kita dorong untuk diusut dan
dituntaskan serta mengantisipasi
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang baru. Ini menjadi tanggung
jawab bersama.
KOMENTAR