Oleh: Destri Nawaty Samosir*
Sudah lebih dari tiga bulan ini kita mendengar istilah kata pandemi COVID-19 di mana Indonesia sangat berfokus di dalam menanggapi pandemi COVID-19. Dampak yang ditimbulkan dari pandemi ini sangat terasa di berbagai sektor sehingga menimbulkan berbagai macam hal, seperti angka kematian yang semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi yang melambat, dan naiknya tingkat pengangguran di mana kita harus bekerja di rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah.
COVID-19? Mungkin arti dari COVID-19 bukanlah kata yang sangat langka kita dengar, bahkan anak-anak yang umur 3 tahun sudah mengetahui apa itu COVID-19 agar mereka terbiasa menjaga kebersihan dengan arahan orang tua.
Secara umum, COVID-19 adalah sesuatu yang tidak pernah kita perkirakan sebelumnya, di mana virus ini bisa berubah menjadi virus endemik di tengah masyarakat dan ada kemungkinan virus ini tidak aka musnah sepenuhnya. Dari keterangan Dale Fisher, Pejabat Jaringan Peringatan dan Respons Wabah Global WHO, dikatakan bahwa vaksin COVID-19 kemungkinan baru akan siap akhir tahun 2020.
Hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia dalam posisi dilematis. Setelah adanya PSBB yang diterapkan, kini pemerintah Indonesia bersiap untuk memutar kembali roda ekonomi yang lesu yang pertama terlihat Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia harus hidup berdamai dengan COVID-19 sampai ditemukan vaksin yang efektif.
Pernyataan tersebut diterjemahkan dengan istilah “New Normal” atau kenormalan baru. Skenario kenormalan baru telah disiapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dimulai sejak 1 Juni, di mana industri dan jasa sudah boleh beroperasi dengan mengikuti protokol kesehatan.
Pada awal perencanaan tersebut, terdapat lima fase kenormalan baru, yakni 1 Juni, 8 Juni, 15 Juni, 6 Juli, serta 20 Juli. Pesiapan besar-besaran menuju era kenormalan baru ditandai dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke berbagai titik strategis untuk memantau persiapan kenormalan baru. Kebijakan Kenormalan Baru ini, di satu sisi masyarakat akan rentan tertular virus jika protokol jaga jarak dilonggarkan, namun di sisi lain memaksa orang-orang untuk tetap tinggal di rumah juga akan berdampak berat pada ekonomi.
Dalam rangka mengkonkritkan fase kenormalan baru, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan mengenai panduan “Pencegahan dan Pengendalian COVID-19” di tempat kerja atau di sekolah dan di kampus, di mana menjaga jarak minimal dari rekan kerjanya ketika masuk kantor, lalu melakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun pada pintu masuk serta pengunaan masker harus menjadi sebuah kewajiban.
Segala daya upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menjalankan kenormalan baru terlihat menyakinkan, akan tetapi apakah kita sudah siap menerapkan Kenormalan Baru ini?
Dari berbagai pendapat mahasiswa, mengatakan bahwa dengan diterapkan Kenormalan Baru mereka belum menerima, sebab berlangsungnya kuliah daring dengan tidak menggunakan fasilitas kampus, tidak ada bantuan dari kampus untuk meringkankan paket internet dan tidak ada pengurangan UKT (Uang Kuliah Tunggal) membuat mereka keberatan, karena perekonomian orangtua yang merosot dan biaya untuk sekolah adiknya juga harus dipenuhi.
Adapun pendapat mahasiswa setuju dengan diterapkannya Kenormalan Baru alasanya sangat manusiawi; tidak betah dengan situasi saat ini yang terus diminta diam di rumah. Manusia normal memang perlu berinteraksi secara luas dengan manusia lain.
”Kesulitan yang lain kami perlu mencari buku panduan penuntun studi, karena situasi seperti ini banyak toko yang tutup dan berharap toko perbelanjaan buku buka lagi dan kami sangat kurang mengerti dengan revisi-revisi pada skripsi kami,” ucap mahasiswa semester akhir.
Dengan adanya Kenormalan Baru mereka sangat sering menata kesehariannya dengan pola makan teratur dan rajin berolahraga agar imun tubuh terjaga serta mengubah tatanan kehidupan yang lama menjadi yang baru,” tambah Mahasiswa lainnya.
Dengan adanya penerapan kenormalan baru maka akan banyak yang berubah dalam kehidupan para mahasiswa dan siapa saja. Keluar rumah menggunakan masker, menjaga jarak sosial di tempat umum, mengkomsumsi makanan sehat, rajin olahraga dan patuh pada protokol kesehatan lainnya.
Menjalani hidup Kenormalan Baru dalam artian kita membiasakan hidup berdampingan dengan virus ini. Adapun peran mahasiswa dalam menghadapi Kenormalan Baru, yaitu dengan mengubah baru cara kehidupan lama menjadi yang baru dan kata yang paling dalam, yaitu menciptakan sebuah ekosistem yang dipenuhi rasa saling menghargai, saling peduli, serta saling mendukung.
Nah, di bidang manakah mahasiswa harus ikut turut berkerja?
Mungkin, kita yang sebagai mahasiswa menarik hal tersebut ke diri kita sendiri sebagai mahasiswa dengan kata apa yang bisa saya perbuat dalam menghadapi Kenormalan Baru ini.
Jikapun ada yang membutuhan tenaga kita sebagai mahasiswa, misalnya membantu memberikan edukasi COVID-19, memberikan bantuan disinfektan ke daerah sekitar kampus, membagikan masker, dan lain sebagaianya kita harus siap.
Lalu jika kita mempunyai peran dalam menghadapi Kenormalan Baru di tengah pandemi COVID-19, apakah kita merasa ada kendala?
Mungkin sebagian dari pendapat mahasiswa mengatakan ada kendala yang harus mereka hadapi dalam menghadapi kenormalan baru di tengah COVID-19 dan ada juga mahasiswa yang mengatakan tidak mempunyai kendala.
Lalu bagaimana tanggapan kita sebagai mahasiswa untuk mengatasi kendala yang terjadi?
Mungkin dengan cara mengajak mahasiswa lainnya untuk turut bekerja, misalnya mengadakan penggalangan dana dari organisasi mahasiwa dengan mengajak seluruh anggota organisasi ikut serta.
Di dalam memasuki Kenormalan Baru kita sebagai mahasiswa haruslah turut berperan jika dibutuhkan di dalam menghadapi Kenormalan Baru, sebab berdamai dengan COVID-19 bukan berarti mengangap bahwa ini merupakan penyakit biasa. Nyatanya virus ini telah mempengaruhi jutaan orang di dunia.
Oleh karena penemuan dan produksi vaksin masih membutuhkan waktu, yang bisa kita lakukan adalah mencegah penyebarannya. Sekian.
*Penulis adalah anggota biasa PMKRI Cabang Pematangsiantar Santo Fransiskus dari Assisi Tahun 2020, juga merupakan mahasiswa di salah satu kampus di Kota Pematangsiantar.
*Penulis adalah anggota biasa PMKRI Cabang Pematangsiantar Santo Fransiskus dari Assisi Tahun 2020, juga merupakan mahasiswa di salah satu kampus di Kota Pematangsiantar.
KOMENTAR