Oleh: Talitha Luthfiah*
Medan, Katakanlah~COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) adalah suatu virus yang termasuk ke dalam keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit infeksi pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya penyakit infeksi saluran pernafasan, mulai dari flu hingga penyakit berat yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia. COVID-19 adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan Corona Virus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga kita sering disebut Virus Corona.
Kasus pertama penyakit ini terjadi di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah itu, COVID-19 menular antar manusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam beberapa bulan setelah ditemukannya kasus pertama COVID-19.
Penyebarannya yang cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran Virus Corona.
Di Indonesia, pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.
Masa pandemi COVID–19 ini tentu memiliki efek pada berbagai aspek. Salah satunya adalah pada psikologis seseorang. Jika seorang dewasa bisa dengan mudah menceritakan apa yang mereka rasakan selama pandemi, biasanya anak-anak akan merasa kesulitan untuk merasakan perasaan tidak nyaman yang mereka alami. Hal itu jika dibiarkan berlama-lama bisa menjadi gangguan psikologis.
Namun, tidak bisa dipungkiri, angka penambahan penularan semakin naik dan belum menemukan titik terendahnya. Bahkan menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha 10 Dzulahijjah 1441 H jumlah data yang terkonfirmasi COVID-19 hampir mencapai angka 100.000 orang, diantaranya 70.237 orang yang sembuh dan 5.302 orang yang meninggal dunia akibat dari COVID-19.
Dikutip dari data juru bicara gugus tugas percepatan penangangan COVID-19, pada hari Senin 03/08/2020 terjadi peningkatan jumlah pasien. Dalam kondisi seperti ini, tidak bisa dipungkiri perubahan kehidupan masyarakat berubah secara pasif, sektor kehidupan seperti kesehatan, ekonomi bahkan pendidikan mengalami perubahan secara signifikan.
Psikologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya adalah ilmu pengetahuan. Secara etimologi, psikologi adalah ilmu yang membahas segala sesuatu tentang jiwa, baik gejalanya, proses terjadinya, maupun latar belakang kejadian tersebut.
Psikologi merupakan ilmu yang memperlajari perilaku, tingkah laku manusia, dan jiwa manusia di mana jiwa termanifestasi dalam tingkah laku atau aktivitas–aktivitas manusia, baik itu motorik, kognitif, sosial, bahasa, seni maupun emosi.
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun (0–6 tahun). Anak usia dini ialah anak yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih pesat dan fundamental pada awal-awal kehidupannya. Dimana perkembangannya merujuk pada suatu prosses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.
Usia dini merupakan usia dimana mengalami perutmbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa usia dini disebut sebagai masa usia emas (golde age). Masa golden age merupakan saat dimana individu memperoleh rangsangan, perlakuan atau pengaruh lingkungan pada saat yang tepat jika baik stimulus yang diperoleh maka anak akan berdampak baik untuk perkembangan anak begitu juga sebaliknya.
Kebutuhan psikologis anak usia dini harus tetap dipenuhi di masa pandemi COVID-19. Hal itu demi menyelamatkan anak-anak dari dampak negative dari kurangnya kegiatan perkembangan psikologis anak usia dini seperti stres yang bisa mempengaruhi perilaku, mental, dan aktivitas psikologis lainnya. Dalam kondisi seperti ini, mereka (anak-anak) tak mengerti apa yang sedang tejadi dan yang sedang mereka hadapi. Kuncinya kita sebagai orangtua, guru, wali ataupun baby sitter harus mampu menjaga rutinitas-rutinitas positif yang bermanfaat bagi anak usia dini.
Dari aspek kesehatan, penerapan masker dan mencuci tangan dengan menggunakan sabun tidak bisa diabaikan, masyarakat harus secara disiplin untuk melakukan hal tersebut.
Pada sektor ekonomi, banyak perusahan atau pabrik mulai menghentikan produksinya, adanya penerapan pembatasan social berskala besar (PSBB) dan jaga jarak secara fisik atau physical distanding membuat aktivitas karyawan harus bekerja di rumah, bahkan pada beberapa kasus harus ada yang di PHK. Penerapan Work From Home (WFH) adalah salah satu strategi pemerintah untuk menjadikan para pegawai pemerintah atau karyawan perusahaan tetap produktif meski bekerja dari rumah.
Selain dari kedua sektor tersebut, sektor pendidikan juga terkena dari dampak pandemi ini. Menteri pendidikan beserta jajarannya telah menerapkan untuk belajar dirumah atau study from home sejak akhir maret lalu. Peraturan ini diimplementasikan ke seluruh tingkatan, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga lembaga perguruan tinggi di seluruh daerah di Indonesia.
Peraturan ini banyak memberikan perubahan ke berbagai sendi-sendi kehidupan. Tak hanya orang dewasa, kondisi psikologis anak usia dini pun rentan terganggu dalam kondisi yang serba tidak menentu seperti saat ini. Tidak ada yang tahu kapan kehidupan ini akan kembali normal setelah pandemi virus corona ini, sementara sekolah ditutup secara nasional, dan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) diganti dengan sistem online atau dalam jaringan (daring).
Sistem pembelajaran menggunakan daring memang dapat menjadi alternative yang sangat tepat disaat masa pandemic COVID-19 seperti ini, kemudahan mengakses pembelajaran dengan berbagai platform memudahkan pendidik dengan pelajar. Ada berbagai macam fasilitas yang bisa digunkan seperti Group WhatssApp, Instagram, Zoom dan Google Classroom menjadikan pembelajaran mudah di akses oleh sebagian kalangan dengan ekonomi menengah ke atas.
Namun perlu menjadi catatan bahwa hal itu belum tentu bisa digunakan oleh sebagian pelajar dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini disebabkan banyak factor, seperti tidak adanya fasilitas yang memadai, dalam hal ini adalah hp android, signalnya yang tidak selalu lancar dan kendala biaya untuk membeli paket internet.
Keadaan ini juga bisa menyebabkan anak-anak dalam keluarga yang secara ekonomi kurang beruntung, keterbatasan fasilitas serta susah signal, menjadikan anak semakin tertekan.
Anak menjadi tertinggal dengan teman yang lain, sehingga anak menuntut orangtua agar memfasilitasi kebutuhan pembelajaran dengan sistem online, seperti meminta membelikan android (smartphone), biaya membeli paket internet lebih banyak. Jika hal itu tidak terpenuhi anak lebih memilih mengerjakan pekerjaan di luar tugas sekolah dan bermain game online.
Secara sistem pembelajaran online, mungkin sudah bagus karena anak-anak diharapkan tidak akan tertular Virus COVID-19, karena tidak melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah, dan terhindar dari bertemunya orang-orang, namun dampak secara psikologis, anak-anak mulai kehilangan teman-teman dan rutinitas bermain dan belajarnya.
Akan tetapi, menurut saya untuk anak usia dini, pembelajaran online (daring) kurang tepat dan kurang efisien. Karena prinsip belajar dan pembelajaan anak usia dini belajar sambil bermain, belajar dengan meniru dan dengan teman sebayanya. Jika anak belajar sendirian, diakan cepat merasa bosan. Semua pembelajaran anak usia dini menerapkan seluruh aspek perkembangan psikologi anak usia dini, yang dimana aspek psikologi perkembangan anak usia dini ada 6 yaitu aspek perkembangan nilai agama dan moral, aspek perkembangan kognitif, aspek perkembangan motorik, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan seni dan aspek perkembangan sosial.
Jika salah satu dari keenam aspek tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan anak pada masa berikutnya. Contohnya ialah selama masa pandemik COVID-19 ini anak kurang bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya dan gurunya, yang terjadi ialah anak menjadi kurang bergaul dan tidak mengetahui bagaimana rasanya bermain, belajar dan berkenalan dengan teman-teman sebaya yang ada disekolahnya. Dampak bagi gurunya ialah, guru kurang mengenali watak, sikap, sifat dan tingkah laku anak usia dini dikarenakan pembelajaran secara online (daring).
Anak-anak harus beradaptasi dengan waktu yang lama untuk mampu mengolah Self Regulated Learning selama masa pandemik ini. Pada umumnya anak-anak tidak bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara verbal. Namun, masalah mental mereka dapat meluapkan dalam berbagai cara atau dalam bahasa psikologi disebut katarsis.
Dampak psikis akan sangat terasa pada anak usia dini, di mana usia tersebut adalah usia emas anak (golden age) yang dimana dunia anak usia dini adalah bermain bersama teman sebaya baik itu di sekolah ataupun di lingkungan sekitar rumahnya, akan tetapi selama mereka bermain harus ada pengawasan dari anggota keluarga ataupun guru untuk menuju interaksi sosial.
Pada usia ini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebayanya, mereka akan menempatkan teman sebaya dalam mencari jati dirinya, sehingga mereka akan merasa lebih nyaman berada dengan teman sebaya daripada dengan keluarganya.
Suatu periode transisional, masa perubahandan pada masa remaja mencakup meningkatnya pengaruh teman sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, pembuatan kelompok sosial yang baru, dan munculnya nilai-nilai baru dalam memilih teman dan pemimpin serta nilai dalam penerimaan sosial.
Anak usia dini akan merasa paling bosan selama sekolah diliburkan dari pada anak yang lain, apa yang mereka pelajari di rumah akan sangat jauh berbeda dari apa yang mereka pelajari di sekolah bersama teman sebayanya.
Kebosanan juga akan menyerang mereka jika mereka tidak sanggup beradaptasi dengan keadaan baru. Ditambah dengan tidak adanya dukungan emosional dan finansial yang kuat dari keluarga, mereka akan mengalami stres seacara sosial, psikologis dan akademik.
Dampak ini juga akan berpengaruh pada suasana hati mereka. Banyaknya informasi yang diberikan media, baik media elektronik, media massa dan media social tentang Virus COVID-19 dapat memberikan dampak psikis kepada anak usia dini.
Jika mereka tidak dapat memfilter berita yang mereka terima, tidak menutup kemungkinan anak akan mengalami stress, dan perubahan suasana hati secara labil, beberapa perilaku yang tampak biasanya adalah marah secara tiba-tiba, kecemasan dan ketakutan.
Kecemasan yang berlebihan, akan menyebabkan beberapa anak akan mencurigai oranglain, di mulai mengabaikan anggota keluarga di rumah hingga menolak untuk berinteraksi dengan tetangga. Jika hal ini terus berkelanjutan dan dibiarkan, anak akan merasa aman dan senang berada di dalam kamarnya saja, dengan akan khawatir jika bertemu dengan oranglain.
Keadaan seperti ini bisa dicegah dengan kehadiran orangtua atau orang yang disayangi dengan selalu memberikan informasi yang tepat tentang COVID-19 dan cara pencegahannya. Memberikan dukungan terhadap pendidikannya dan kegiatan yang positif serta berkelanjutan agar anak tidak bosan selama di rumah.
Meski demikian, kondisi saat ini justru memberikan dampak positif bagi para balita dan anak usia dini. Kehadiran orangtua selama pandemi COVID-19 akan membangun kelekatan yang kuat terhadap balita dengan penuh kasih sayang dan perhatian.
*Penulis merupakan Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini.
KOMENTAR