Gambar dari sini |
Visi dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden selalu menarik untuk ditilik. Setiap pasangan calon beserta timnya pastilah merasa bahwa visi dan misi merekalah yang lebih baik bila dibandingkan dengan visi dan misi pasangan lainnya. Sah-sah saja sebenarnya, justeru akan terasa aneh jika ada pasangan calon beserta timnya merasa kalau visi dan misi pasangan lainlah yang lebih baik.
Tulisan ini akan mencoba membahas apa saja yang bias dibahas setiap visi pasangan calon. Maka tulisan ini bukan dimaksud sebagai bentuk dukungan ke salah satu calon dan kesimpulannya diserahkan kepada para pembacanya. Tulisan ini murni persepsi penulis yang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan tim-tim penulis visi-visi itu ketika menulisnya sedemikian rupa.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan nomor urut 01 memiliki visi seperti berikut: “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong-royong”. Sebelum dibandingkan dengan visi pasangan calon nomor urut 02 baiklah kita bahas dulu visi pasangan calon nomor 01 di muka.
Visi nomor urut 01 ini menunjukkan kerunutan pola pikir penyusunnya. Pasangan ini ingin mewujudkan ‘Indonesia maju yang berdaulat’, jadi bukan sekedar ‘maju’ namun ‘berdaulat’ juga. Karena ada banyak negara maju dimana masyarakatnya tidak bahagia. Tidak bahagia karena sumber daya alamnya tidak sepenuhnya dikuasai oleh negara. Setelah lima kata pertama kemudian muncul kata ‘mandiri’ lagi-lagi ini mau menyatakan bahwa hanya negara yang mandirilah yang memungkinkan untuk maju yang berdaulat. Pasangan ini sangat paham benar bahwa selama kita masih bergantung pada orang (baca: negara) lain, negara ini tidak akan pernah bisa berdaulat, dan tidak akan maju-maju.
Menjadi negara yang mandiri tentu harus dibarengi dengan negara (termasuk pemerintah dan masyarakatnya) yang ‘berkepribadian’. Sepikiran dengan Mochtar Lubis, tim ini merasakan bahwa negara Indonesia (pemerintah dan masyarakatnya: manusia Indonesia[1]) belum berkepribadian, senada dengan sifat ke-6 manusia Indonesia yang disarikan oleh Mochtar Lubis dalam ceramahnya pada 6 April 1977 di Taman Izmail Marzuki – Jakarta, bahwa manusia Indonesia masih ‘lemah watak dan karakternya’.
Terakhir, ada frasa ‘berlandaskan gotong-royong’, pasangan calon nomor 01 ini seperti mau menyatakan bahwa semua hal baik yang sudah disampaikan pada baris kata-kata di awal itu akan mudah terwujud jika dilandasi gotong-royong. Untuk menjadi negara yang maju yang berdaulat tidak hanya tugas pemerintah (coi), bahwa masyarakatpun harus turut andil, harus bekerja bersama-sama. Masyarakatnya harus saling bantu-membantu dan tolong-menolong. Seperti hendak mengatakan bahwa masyarakat kita belum sepenuhnya menerapkan prinsip gotong-royong yang selalu kita bangga-banggakan selama ini, sehingga negara ini tidak maju-maju. Sebenarnya kita mau kok saling tolong-menolong dan bantu-membantu tapi elit-elit politiknya jangan mengadu domba juga dong ya! Eh! Singkatnya pasangan calon nomor urut 01 memandang bahwa Indonesia saat ini masih belum (begitu) maju.
Pasangan calon nomor urut 02 memiliki visi sebagai berikut: “Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur bermartabat, relijius, berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Runut sih, tapi lumayan panjang juga.
Baca juga: Antara hak asasi hutan dan hak asasi.
Frasa ‘Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia’ sebenarnya sama dengan ‘Terwujudnya Indonesia’ dalam visi pasangan calon nomor urut 01. Namun sepertinya pasangan ini mau mempertegas kembali bahwa ‘bangsa’ dan ‘negara’ adalah dua hal yang berbeda, dan keduanya harus sama-sama adil dan memberikan keadilan, terutama negara, yang memiliki kekuasaan yang tertinggi yang sah yang ditaati oleh rakyatnya.
Bangsa dan negara yang adil hanya bisa terwujud jika sudah ‘makmur bermartabat’, tidak hanya makmur untuk diri sendiri tetapi harus mampu memakmurkan orang lain agar bermartabat. Untuk bisa mencapai makmur bermartabat itu, bangsa dan negaranyapun harus ‘relijius’ (religius). Interpretasinya bisa jadi pasangan ini melihat selama ini bangsa dan negara Indonesia kurang religius, atau mengaku-ngaku religius tapi tidak melaksanakan apa-apa yang dianjurkan di dalam agamanya masing-masing, saling menghargai misalnya.
Kemudian muncul frasa ‘berdaulat di bidang politik’, artinya pasangan calon nomor urut 02 masih melihat bahwa politik kita masih selalu bergantung dengan negara asing. Dan daulat di bidang politik itu bisa terwujud jika bangsa dan negara ini ‘berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi’, sederhananya kita harus mandiri. Sependapat dengan pasangan nomor urut 01.
Kemudian ditutup dengan frasa: ‘dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945’. Kata ‘berkepribadian’ juga muncul pada visi pasangan calon nomor urut 01, namun pasangan ini menganggap bahwa perlu ditegaskan kembali bahwa bangsa dan negara harus merujuk pada kepribadian nasional, tanpa membeda-bedakan, bahwa secara nasional walau kita berbeda-beda tetapi kita tetap satu di dalam Indonesia. Pasangan ini sepertinya memandang bahwa ketidakrukunan itu terjadi (dan masih terlalu gampang ditemukan) karena kita dalam berbangsa dan bernegara belum seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Sehingga perlu kiranya untuk mengingatkannya kembali.
Kedua pasangan capres dan cawapres sebenarnya menginginkan Indonesia yang lebih baik lagi. Walau memang tampak mirip, namun sangat kelihatan sebenarnya latar belakang mereka merumuskan visi masing-masing pasangan.
Visi pasangan nomor urut 01 yang sangat sederhana seperti hendak mengatakan bahwa selama petahana memerintah sebenarnya sudah sangat bagus tapi perlu ditingkatkan lagi agar lebih maju. Dan tantangan-tantangan yang perlu diantisipasi adalah seperti, Indonesia belum mandiri, kepribadian (masyarakatnya) yang mungkin masih mencla-mencle, dan alih-alih semakin rukun malah nilai gotong-royong yang mulai pudar.
Sedang visi pasangan nomor urut 02 yang jauh dari kata sederhana seperti hendak mengatakan bahwa, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan. Sangat terasa ketika pasangan ini mengangat kata ‘adil’ sebagai kata kunci di dalam visinya, sedangkan pasangan yang lain mengangkat kata ‘maju’ sebagai kata kunci. Indonesia yang sudah adil akan mudah naik tingkat menjadi maju. Dan menurut pasangan nomor urut 02 ini, Indonesia masih jauh dari kata adil. Alih-alih maju, keadilan mesti ditegakkan dulu, bung!
Demikian dulu tebak-tebakan makna visi kedua pasangan capres dan cawapres kita, kita nantikan debat kandidat yang akan mengupas tuntas visi dan misi kedua pasangan. Semoga masyarakat Indonesia boleh menentukan jagoannya tanpa ragu-ragu. Jangan tanya jagoanku siapa, masih menunggu debat kandidat (berusaha sediplomatis mungkin). Preet!
Oleh: Tomson Sabungan Silalahi
Tulisan ini sudah pernah dimuat di verbivora.com.
[1] Bdk. Mochtar Lubis, Manusia Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), h. vii
KOMENTAR